KONVENSI DALAM FILM

KONVENSI DALAM FILM

A. Pengertian Konvensi
Konvensi lebih merupakan kesepakatan terhadap prinsip-prinsip dasar mengenai sesuatu hal. Dalam kaitannya dengan film, konvensi diartikan sebagai penerapan prinsip-prinsip film yang dapat diterima atau diyakini audience.
Konvensi kadangkala tidak dapat diterima oleh seluruh audience film tapi hanya sebagian audience saja. Konvensi bukanlah sesuatu yang bersifat statis karena konvensi akan berkembang dan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
Macam-macam konvensi
1. Countinuity film
Yaitu sebuah penggambaran secara literal atau harafiah realita hidup dalam keadaan yang dapat dipercaya dengan tatanan kronologis yang runtun.
Contoh:
Gambar CU wajah laki-laki yang berpaling ke kiri sambil tersenyum. Kemudian disambung dengan gambar MS wajah perempuan yang berpaling ke kanan sambil tersipu malu, maka penonton akan memahami bahwa si perempuan tersebut memberikan reaksi yang cenderung menerima maksud si laki-laki.
Untuk film yang mengandalkan continuity seperti ini yang paling esensial adalah kesesuaian antara action, dialog, gerak, costum, elemen setting dan property.
2. Dynamic film
Istilah lainnya adalah non continuity film. Dynamic film ditandai oleh sifatnya yang dokumenter dan mengandung unsur fantasi.
Karakter dasarnya adalah kontinuitasnya tidak ditentukan oleh action dan dialog yang runtun guna memperoleh kesan realistis, tapi disandarkan pada penciptaan efek-efek visual tertentu yang asosiatif secara cermat.
Meskipun rangkaian   adegannya tidak berurutan dalam satu sekwennya dapat menciptakan impresi yang kuat pada penonton.
3. Ilusi Realitas
Meskipun film merupakan karya yang sengaja dibuat atau artificial dan merupakan hasil kompilasi berbagai konvensi yang terdapat didalamnya, dalam membuat sebuah film dituntut sebuah kemampuan menciptakan gambaran yang dapat dipercaya audience yakni sebuah gambaran yang dinilai benar-benar terjadi yang disebut dengan ilusi realitas atau penciptaan ilusi terhadap realitas itu sendiri.
Hal ini bukan berarti audience menolak fantasi dalam film melainkan mereka berharap bahwa apa yang mereka tonton itu sesuai dengan konteks ceritanya.
Sebagai contoh kalau kita akan menggambarkan sebuah pasar tradisional maka harus difikirkan bagaimana mendekatinya sesuai realitas pasar itu sendiri yaitu dengan banyaknya kios yang ramai oleh pembeli dan penjual, suara orang tawar menawar, suara barang dipindah, suara mobil pengangkut barang dll.
Beberapa faktor yang bisa dipertimbangkan untuk menciptakan ilusi realitas sebuah film antara lain sebagai berikut :
1. Pertimbangan serius mengenai elemen-elemen film yang dipersiapkan untuk mendukung pencapaian ilusi realitas yang dapat diterima audience yang dimulai dari pemilihan pameran, pengarahan acting pemeran, lighting, musik dll.
2. Perencanaan yang matang setiap shot dengan keterampilan, kecermatan dan ketelitian yang tinggi.
4. Frame
Merupakan pemilihan gambar dan suara yang dilakukan oleh pembuat film untuk membingkainya secara baik serta menyambung-nyambungnya dalam sebuah kesatuan utuh.
Sebagai contoh:
Ketika Ridley scott dalam Gladiator menceritakan kekejaman caesar dalam menganiaya anak dan istri Maximus hal ini ditunjukkan dalam dua adegan yang secara kronologis tidak berurutan. Yang pertama saat Maximus diambil secara Medium Shot menangisi anak istrinya yang divisualisasikan hanya terlihat dari kaki yang menggantung saja tanpa kelihatan wajah dan seluruh tubuh yang mungkin banyak lukanya. Kedua, caesar mengungkapkan secara detil bagaimana suruhannya menganiaya anak isti Maximus pada saat mereka beradu laga di stadion.
Visual Thinking
Merupakan cara melihat segala aspek kehidupan yang hendak dituangkan dalam film sebatas yang mampu terekam dalam bidang frame untuk kemudian ditata sesuai dengan keinginan pembuat film.
6. Mise-en-scene
Adalah setting yang merupakan suasana dimana karakter hidup. Mungkin pas mungkin pula tidak. Yang jelas meski disengaja atau tidak oleh pembuat film mise-en-scene adalah adegan yang  benar-benar teringat kuat dalam benak audience. Tentu saja antara satu orang dengan orang lain akan berbeda penafsiran meskipun sebenarnya pembuat film bisa jadi berusaha membuat film beberapa adegan andalannya agar bisa melekat diingatan penonton.
Oleh karena itu pembuat film harus memanfaatkan beberapa elemen yang menghidupkan suasana ini meliputi property, color dll. Sebagai contoh adalah adegan Jack dan Rose yang berdiri, seolah mau terbang diujung anjungan kapal dalam film laris Titanic.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode Terapi Langit, Garisdua dengan Do'a Bag 1

Mereview Bab 5 "Kendala Menghimpun Berita"

Membedah Unsur-Unsur Film